Dikisahkan bahwa pada suatu hari, Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. meletakan baju perangnya di samping rumah. Peperangan yang telah dilaluinya telah membuat baju besi itu kotor dan kusam. Ali r.a bermaksud membersihkan baju besi itu sebelum disimpan kembali.
Saat Ali r.a akan membersihkan baju besi itu,ia kaget karena baju besi itu tekah hilang. Ia mencoba mencarinya di dalam dan sekeliling rumah, namun ia tidak menemukan baju besi itu. Beliau lalu bertanya kepada anggota keluarganya tentang baju besi itu. Namun,tidak ada yang mengetahui keberadaan baju besi itu. Akhirnya ,Ali r.a pasrah hilangnya baju besi miliknya tersebut.
Beberapa hari kemudian, Ali r.a sedang berada dipasar. Pandangan matanya tiba-tiba terpaku pada sebuah baju besi yang sangat ia kenal. Ia melihat baju besi tersebut sedang dijajakan untuk dijual oleh seorang Yahudi. Ia pun kemudian mendekati tempat baju besi itu dijajakan. Setelah diamatinya, ia makin yakin bahwa baju besi itu miliknya.
Ali pun bertanya kepada orang Yahudi itu tentang asal muasal baju besi yang dijualnya. Ali lalu mengatakan bahwa sesungguhnya baju besi itu adalah miliknya yang telah hilang. Namun , orang Yahudi itu menyangkal pengakuan Ali tersebut. Ia bersikeras bahwa baju besi itu adalah miliknya, bukan milik Ali. Akan tetapi, Ali r.a sangat yakin bahwa baju besi tersebut memang miliknya.
Oleh karena itu, Ali kemudian mengadukan permasalah ini kepada qadhi. Tidak berapa lama kemudian, diadakanlah sebuah persidangan. Ali bin Abi Thalib sebagai penuntut, sedangkan Si Yahudi miskin sebagai terdakwa.
Ali bin Abi Thalib hadir di pengadilan dengan penuh keyakinan, sedangkan orang Yahudi itu merasa khawatir. Ia merasa bahwa dirinya tidak mungkin menang menghadapi seorang khalifah di pengadilan ini. Ia tahu benar bahwa pengadilan yang sedang dijalaninya ini adalah pengadilan yang didasari hokum islam dan dipimpin oleh seorang qadhi muslim. Ia bahkan telah berpikir bahwa dirinya akan dihukum berat karena telah mencuri baju besi milik seorang khalifah.Ia pun merasa menyesal atas apa yang telah dilakukannya. Namun, ia terpaksa melakukannya karena diri dan keluarganya sangat membutuhkan makanan.
Seorang qadhi masuk ke dalam ruangan ruang sidang dan langsung mengambil tempat duduk yang telah disediakan untuknya. Ia melihat dihadapan telah hadir Khalifah Ali bin Abi Thalib yang telah dikenalnya dan orang Yahudi yang baru dilihatnya. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi,qadhi itu langsung bertanya kepada Ali r.a.,”Wahai, Khalifah, apa tuntunan Anda kepada terdakwa ini?
Khalifah Ali r.a langsung menjawab dengan menceritakan hilangnya baju besi miliknya yang kini ada di tangan orang Yahudi itu.
Setelah mendengar apa yang diceritakan oleh Ali r.a.,qadhi itu lantas bertanya kembali,”Wahai Khalifah, apakah Anda bisa membuktikan kalau baju besi yang ada di tangan terdakwa itu mulik anda?”
Pertanyaan Ali Sang Qadhi membuat Ali tersentak. Ia tak mampu menjawab pertanyan qadhi itu karena memang ia tidak bisa membuktikan perkataan sebelumnya. Ali pun kemudian berkata,” Aku memang tidak bisa membuktikan apa yang telah aku katakan, tapi anakku,Hasan, mengetahui bahwa baju besi milikku yang hilang saat aku membersihkannya.”
Keterangan yang disampaikan Ali ternyata belum cukur bagi Sang Qadhi untuk membuktikan kepemilikan baju besi itu. Oleh karena itu, Sang Qadhi kemudian memutuskan bahwa baju besi itu milik orang Yahudi. Ali r.a. pun menerima keputusan itu dengan lapang dada.
Di lain pihak, keputusan itu tentu saja membuat kaget Si orang Yahudi. Ia tidak menyangka bahwa perkara itu dimenangkannya, apalagi ia tahu bahwa ia telah memang dari seorang khalifah. Ia pun tahu bahwa sebenarnya dirinyalah yang mencuri baju besi itu.
Kini ia merasa ragu untuk memiliki baju besi itu. Ia merasa malu karena telah berbuat sesuatu yang tidak pantas. Lalu, ia kemudian menghampiri Khalifah Ali r.a., dan berkata, “wahai, Khalifah, sesungguhnya baju besi ini milikmu. Ambillah!” Khalifah Ali r.a. memandangnya dengan perasaan heran.
“Aku merasa malu sekaligus terharu dengan pengadilan ini. Walau pun aku seorang Yahudi miskin dan engkau adalah seorang pemimpin negeri ini,namun pengadilan ini telah memenangkan aku. Sungguh, aku belum pernah menemukan pengadilan seperti pengadilan ini. Sangat luar biasa. Kini, aku mengerti bahwa islam adalah agama yang mulia, yang tidak memandang jabatan di dalam ruangan pengadilan .” Lanjutnya denga tulus.” Wahai, Khalifah, saksikanlah, mulai detik ini aku akan memeluk islam dan ingin menjadi muslim yang baik,” katanya mantap sambil memberikan baju besi milik Ali.
Sejenak, Ali tertegun dengan kata-kata yang keluar dari mulut orang Yahudi itu. Beliau pun kemudian berkata,” Wahai,Fulan, baju besi ini aku berikan kepadamu. Aku hadiahkan kepadamu dan aku gembira dengan keislamanmu.”
Akhirnya , keduanya keluar dari ruang persidangan dengan perasaan bahagia. Orang Yahudi itu telah mendapatkan pengalaman yang luar biasa sehingga ia tunduk terhadap keadilan islam.
Saat Ali r.a akan membersihkan baju besi itu,ia kaget karena baju besi itu tekah hilang. Ia mencoba mencarinya di dalam dan sekeliling rumah, namun ia tidak menemukan baju besi itu. Beliau lalu bertanya kepada anggota keluarganya tentang baju besi itu. Namun,tidak ada yang mengetahui keberadaan baju besi itu. Akhirnya ,Ali r.a pasrah hilangnya baju besi miliknya tersebut.
Beberapa hari kemudian, Ali r.a sedang berada dipasar. Pandangan matanya tiba-tiba terpaku pada sebuah baju besi yang sangat ia kenal. Ia melihat baju besi tersebut sedang dijajakan untuk dijual oleh seorang Yahudi. Ia pun kemudian mendekati tempat baju besi itu dijajakan. Setelah diamatinya, ia makin yakin bahwa baju besi itu miliknya.
Ali pun bertanya kepada orang Yahudi itu tentang asal muasal baju besi yang dijualnya. Ali lalu mengatakan bahwa sesungguhnya baju besi itu adalah miliknya yang telah hilang. Namun , orang Yahudi itu menyangkal pengakuan Ali tersebut. Ia bersikeras bahwa baju besi itu adalah miliknya, bukan milik Ali. Akan tetapi, Ali r.a sangat yakin bahwa baju besi tersebut memang miliknya.
Oleh karena itu, Ali kemudian mengadukan permasalah ini kepada qadhi. Tidak berapa lama kemudian, diadakanlah sebuah persidangan. Ali bin Abi Thalib sebagai penuntut, sedangkan Si Yahudi miskin sebagai terdakwa.
Ali bin Abi Thalib hadir di pengadilan dengan penuh keyakinan, sedangkan orang Yahudi itu merasa khawatir. Ia merasa bahwa dirinya tidak mungkin menang menghadapi seorang khalifah di pengadilan ini. Ia tahu benar bahwa pengadilan yang sedang dijalaninya ini adalah pengadilan yang didasari hokum islam dan dipimpin oleh seorang qadhi muslim. Ia bahkan telah berpikir bahwa dirinya akan dihukum berat karena telah mencuri baju besi milik seorang khalifah.Ia pun merasa menyesal atas apa yang telah dilakukannya. Namun, ia terpaksa melakukannya karena diri dan keluarganya sangat membutuhkan makanan.
Seorang qadhi masuk ke dalam ruangan ruang sidang dan langsung mengambil tempat duduk yang telah disediakan untuknya. Ia melihat dihadapan telah hadir Khalifah Ali bin Abi Thalib yang telah dikenalnya dan orang Yahudi yang baru dilihatnya. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi,qadhi itu langsung bertanya kepada Ali r.a.,”Wahai, Khalifah, apa tuntunan Anda kepada terdakwa ini?
Khalifah Ali r.a langsung menjawab dengan menceritakan hilangnya baju besi miliknya yang kini ada di tangan orang Yahudi itu.
Setelah mendengar apa yang diceritakan oleh Ali r.a.,qadhi itu lantas bertanya kembali,”Wahai Khalifah, apakah Anda bisa membuktikan kalau baju besi yang ada di tangan terdakwa itu mulik anda?”
Pertanyaan Ali Sang Qadhi membuat Ali tersentak. Ia tak mampu menjawab pertanyan qadhi itu karena memang ia tidak bisa membuktikan perkataan sebelumnya. Ali pun kemudian berkata,” Aku memang tidak bisa membuktikan apa yang telah aku katakan, tapi anakku,Hasan, mengetahui bahwa baju besi milikku yang hilang saat aku membersihkannya.”
Keterangan yang disampaikan Ali ternyata belum cukur bagi Sang Qadhi untuk membuktikan kepemilikan baju besi itu. Oleh karena itu, Sang Qadhi kemudian memutuskan bahwa baju besi itu milik orang Yahudi. Ali r.a. pun menerima keputusan itu dengan lapang dada.
Di lain pihak, keputusan itu tentu saja membuat kaget Si orang Yahudi. Ia tidak menyangka bahwa perkara itu dimenangkannya, apalagi ia tahu bahwa ia telah memang dari seorang khalifah. Ia pun tahu bahwa sebenarnya dirinyalah yang mencuri baju besi itu.
Kini ia merasa ragu untuk memiliki baju besi itu. Ia merasa malu karena telah berbuat sesuatu yang tidak pantas. Lalu, ia kemudian menghampiri Khalifah Ali r.a., dan berkata, “wahai, Khalifah, sesungguhnya baju besi ini milikmu. Ambillah!” Khalifah Ali r.a. memandangnya dengan perasaan heran.
“Aku merasa malu sekaligus terharu dengan pengadilan ini. Walau pun aku seorang Yahudi miskin dan engkau adalah seorang pemimpin negeri ini,namun pengadilan ini telah memenangkan aku. Sungguh, aku belum pernah menemukan pengadilan seperti pengadilan ini. Sangat luar biasa. Kini, aku mengerti bahwa islam adalah agama yang mulia, yang tidak memandang jabatan di dalam ruangan pengadilan .” Lanjutnya denga tulus.” Wahai, Khalifah, saksikanlah, mulai detik ini aku akan memeluk islam dan ingin menjadi muslim yang baik,” katanya mantap sambil memberikan baju besi milik Ali.
Sejenak, Ali tertegun dengan kata-kata yang keluar dari mulut orang Yahudi itu. Beliau pun kemudian berkata,” Wahai,Fulan, baju besi ini aku berikan kepadamu. Aku hadiahkan kepadamu dan aku gembira dengan keislamanmu.”
Akhirnya , keduanya keluar dari ruang persidangan dengan perasaan bahagia. Orang Yahudi itu telah mendapatkan pengalaman yang luar biasa sehingga ia tunduk terhadap keadilan islam.
Comments
Post a Comment